Sanjoto, Veteran yang Ikut Berjuang Bersama Jendral Sudirman

- Sabtu, 17 Agustus 2019 | 18:01 WIB
Salah satu veteran perang kemerdekaan, Sanjoto. (Vedyana/Ayosemarang.com)
Salah satu veteran perang kemerdekaan, Sanjoto. (Vedyana/Ayosemarang.com)

SEMARANGSELATAN, AYOSEMARANG.COM -- Saat ini, 17 Agustus 2019, usia Indonesia memasuki umur yang ke 74. Seluruh warga Indonesia dari Sabang samapi Merauke menyambut hari Kemerdekaan Indonesia. Tak terkecuali para Veteran Perang yang menjadi saksi perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan Kemerdekaan.

Generasi muda Indonesia, tak boleh merasa perjuangan telah usai begitu saja. Generasi penerus Indonesia ini harus terus melanjutkan perjuangan para pahlawan yang gugur memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka harus mampu terus meneladani semangat para pahlawan.

Salah satu veteran perang kemerdekaan, Sanjoto menegaskan pentingnya generasi muda agar bisa mewarisi semangat perjuangan. Menurutnya generasi muda saat ini memikul tanggung jawab yang berat karena hidup pada era yang serba modern. 

'NKRI harus terus dijaga sampai kapanpun. Saya berdoa, semoga dibawah kepemimpinan kalian nanti, Negeri ini tetap jaya, ujar Sanjoto dikediamannya Jalan Blimbing Raya, Peterongan, Semarang.

Pria kelahiran Solo, 1930 silam ini pun bercerita, dimasa perjuangan dulu, diamulai ikut berjuang dan memulai angkat senjata saat dirinya duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. 

AYO BACA : Ganjar: Kita Dipersatukan oleh Pancasila

Usianya baru sekitar 12 tahun saat bergabubg dengan barisan angkatan muda Indonesia di Solo untuk melawan tentara Jepang pada 1942. Setelah itu, dirinya direkrut Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).

“Mau bagaimana lagi? Saat itu semua teman sebaya saya juga mengangkat senjata untuk melawan penjajah Jepang. Saya juga ikutan,” jelasnya.

Meskipun usianya sudah menginjak 89 tahun dan sudah renta. Tahun ini, kakek 13 cucu itu masih memiliki suara masih lantang dan tutur bahasanya juga masih sangat jelas didengar.

Dirinya pun berkisah, saat dirinya bergabung dengan TNI pada tahun 1948, ia mendapat tugas khusus dari Panglima Kodam (Pangdam) Diponegoro Kolonel Gatot Soebroto. Tugas tersebut bisa dibilang bukan sembarang tugas. Tugas tersebut tentunya diperuntukkan bagi tentara yang mumpuni.

Tugas tersebut adalah mengawal Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sedang melancarkan taktik gerilya dengan blusukan ke sejumlah hutan belantara. Pas tiba di Desa Biting, saya dapat berikan pengawalan Sudirman untuk melintasi jalan poros Wonogiri-Ponorogo, kisahnya.

AYO BACA : Usai Upacara, Presiden Jokowi Bagikan Sepeda di Istana Merdeka

Dirinya menjelaskan, bahwa akses yang dia tempuh cukup berat, melalui Desa Sidoharjo perjalanan pengawalan tersebut menembus ke wilayah Jatisrono. Siasat itu dilakukan agar dapat menghancurkan serangan musuh lewat gerakan bawah tanah.

Hal yang tak dia akan lupakan sampai kapanpun adalah saat dirinya melihat kondisi Jendral Sudirman kelihatan kurang prima saat dikawalnya. Sehelai kain tebal yang membalut pada pada leher sang Jendral selalu diingat dirinya. Dengan kesehatan yang melemah, sosok Jendral yang tak pantang menyerah untuk terus melancarkan serangan Gerilya membuat dirinya kagum dengan Jendral Sudirman.

Halaman:

Editor: Adib Auliawan Herlambang

Tags

Rekomendasi

Terkini

X